SITUBONDO, Situbondo- Kasus pengembalian sertifikat lahan perhutani ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Situbondo sudah berlangsung dua tahun. Namun hingga saat ini status hukum penyertifikatan tersebut belum jelas. Itu disampaikan Edy Susanto, sebagai pelapor.
Edy Susanto, mengatakan bahwa kasus penyertifikatan lahan di Desa Alas Tengah telah menimbulkan kerugian tidak hanya bagi perhutani, tetapi juga bagi sejumlah masyarakat. Hal ini disebabkan oleh ketidakpastian hukum yang telah ditangani oleh Kejaksaan.
“Saat ini, buku kerawangan ada di Kejaksaan, karena kejaksaan lagi menangani kasus penyertifikatan tanah milik perhutani oleh ratusan masyarakat. Padahal pengembalian sertifikat sudah tahun 2022, sekarang belum jelas status hukumnya bagaimana,” kata Edy, kemarin (6/3).
Perhutani telah mengalami kerugian ekonomi yang cukup besar karena tanah yang sempat disertifikat masih dikuasai petani. Lahan yang sempat disertifikat juga tidak bisa dikembangkan karena kasus penyertifikatan lahan yang belum selesai.
“Perhutani tidak bisa menerima sering kopi atau sering tembakau sejak kasus penyertifikatan lahan dilaporkan pada tahun 2020 lalu. Ini kan sudah rugi pendapatan,” Ujar Edy.
Sejumlah warga di Desa Alastengah yang tidak mengetahui dengan kasus penyertifikatan tanah milik perhutani juga menjadi korban. Buku kerawarangan Desa Alastengah berada di Kejaksaan sehingga masayarakat tidak bisa mengikuti program geratis tersebut.
“Mungkin hanya di Desa Alas Tengah yang tidak bisa mengikuti program PTSL pada tahun ini, kasihan pada warga yang mau mengurus tanahanya secara geratis,”imbuh Edy.
Kata Edy, seharusnya paska pengembalian sertifikat dari petani ke Kejaksaan sudah dilakukan pencoretan dalam buku karawangan. Dengan begitu, status kepemilikan tanah benar-benar jelas.
“Sertifikat memang dibatalkan oleh BPN tapi apakah sudah ada penyoretan dalam buku karawangan Desa. Faktanya lahan yang sempat disetifikat masih dikuasi petani,” tegas Edy.
Dampak ketidak pastian hukum tersebut, saat ini sudah ada salah satu warga yang menyertifikat tanah milik Perhutani dan masih aktif menempati tanah. Di atas tanah juga dibangun gudang.
“Sekarang kalau pemilik bangunan dilaporkan atas dasar membangun gedung di atas lahan Perhutani, lalu menujukkan sertifikat yang dianggap sah polisi juga tidak bisa menindak,” papar Edy.
Kasi Intel Kejaksaan Negeri Situbondo Huda Hazamal belum berhasil dikonfirmasi.