Radio Online


 

BeritaHiburanJawa timurNasionalSitubondo

Menyatukan Sastra dan Koperasi: Mengukir Peradaban Lewat “KISI” 

10
×

Menyatukan Sastra dan Koperasi: Mengukir Peradaban Lewat “KISI” 

Sebarkan artikel ini

Oleh : Akaha Taufan Aminudin

 

Dalam era modern yang serba cepat dan penuh tantangan, sebuah inisiatif unik bernama Koperasi Sastra Indonesia (KISI) hadir sebagai jembatan antara dunia sastra dan ekonomi kerakyatan.

Melalui kolaborasi antar penulis, sastrawan, dan para pegiat koperasi, KISI berupaya menghidupkan semangat berkarya sekaligus membangun kemandirian ekonomi berbasis budaya.

Artikel ini mengajak kita merenungkan makna tersirat dari perpaduan seni dan koperasi di tengah dinamika sosial, serta peluang besar yang dapat diraih ketika jiwa mulia sastra dan semangat koperasi bersatu.

Sastra dan Koperasi: Dua Entitas yang Membutuhkan Saling Melengkapi

Bayangkan sebuah rumah yang dibangun dari bata kesusastraan dan semen solidaritas koperasi; kuat dan kokoh. Koperasi Sastra Indonesia (KISI) hadir tidak hanya sebagai tempat berkumpulnya penulis dan sastrawan, tetapi juga sebagai gerakan ekonomi yang mengedepankan nilai-nilai kesetaraan dan kemaslahatan.

Koperasi ini baru berdiri pada tanggal 17 Agustus 2025, namun roh dan jiwa yang dihidupkan para anggotanya terasa jauh lebih tua dan kaya akan pengalaman. Seperti kata Ibnul Qoyyim yang dikutip oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam, “Jiwa yang mulia tidak ridho kecuali kepada sesuatu yang mulia.” Melalui KISI, para penggiat sastra tidak sekadar bersua dalam puisi dan prosa, tetapi juga menanamkan nilai-nilai kebajikan dan kemandirian ekonomi.

Dari Dalam Grup WhatsApp: Seluk-beluk Kebersamaan dan Rencana KISI

Tidak banyak yang tahu bahwa di balik layar, berbagai ide, strategi, dan harapan bergulir dalam ruang obrolan hangat para anggota KISI. Dari diskusi soal pengelolaan taman bacaan dan workshop di Kedéy Bunga Setara (yang lengkap dengan WiFi gratis, buat para milenial dan digital enthusiast), sampai usulan menjual pulsa murah agar memudahkan anggota dan masyarakat luas — semua dicatat dengan serius sekaligus penuh canda.

Ada pula panggilan untuk menata bisnis dan mengondisikan strategi tarik-ulur bak layangan agar organisasi tetap ‘anteng’— tidak terlalu dekat menimbulkan gesekan, tidak terlalu jauh kehilangan kontrol. Ini refleksi kecil tentang bagaimana sebuah komunitas berjuang menyeimbangkan idealisme dan realitas.

Menjahit Kembali Jalur Sutra Kultural dan Ekonomi Desa

 

Salah satu agenda penting yang akan digelar adalah peluncuran dan doa bersama pada 31 Agustus 2025 di Ciomas Bogor, dengan topik orasi “Mengukir Jalur Sutra untuk Perniagaan Rempah bagi Kemandirian Perekonomian Pedesaan.” Harapan besar ini, jika terwujud, akan menjadi simpul baru bagi tradisi perdagangan rempah yang legendaris sekaligus pemberdayaan ekonomi lokal.

Rencana menggelar festival sastra sekaligus memperjuangkan dana dari pemerintah kota Bandung juga menunjukkan bagaimana KISI berambisi dua hal sekaligus: membangun karya dan kultur serta merawat ekonomi partisipatif untuk semua kalangan.

 

Filosofi Sastra yang Kembali ke Fitrah

 

Puisi bukanlah sekadar hiburan, melainkan oase nurani sebagaimana disinggung oleh anggota KISI. Mereka sepakat bahwa sastra mengembalikan manusia pada fitrah kesucian jiwa: memegang keadilan, kebaikan, dan kejujuran. Dalam dunia yang banyak mengadopsi “oplosan” mulai dari makanan sampai seni, KISI memilih jalan murni tapi dinamis, memadukan berbagai jenis media seni—mix media, intermedia, multimedia—untuk mengukir karya yang hidup dan berkesan.

 

Tagline Koperasi: Menjaga Semangat Bersama

 

Berbicara tentang identitas, KISI tak lupa menyusun semboyan sebagai filosofi gerakan. Dari beberapa usulan menarik, seperti:

 

“Sastra untuk Kemaslahatan, Koperasi untuk Kesetaraan”

 

“Sastra menggoyang rasa, Koperasi menggoyang dana”

 

“Rumah Penulis: Berkarya, Bermakna, Bersama KISI”

 

Tagline ini menyiratkan bahwa seni mampu menggugah dan menggerakkan hati, sementara koperasi menggerakkan kekuatan ekonomi. Kombinasi keduanya menghasilkan sinergi penuh makna yang tak sekadar menghias, melainkan memberi kehidupan.

 

Sebuah Catatan Refleksi: Kenapa Kita Harus Peduli?

 

Di tengah arus digitalisasi dan budaya serba instan, komunitas seperti KISI mengingatkan kita akan pentingnya mendukung karya seni yang berpijak pada akar budaya dan nilai kemanusiaan. Lebih jauh, kemandirian ekonomi yang dicapai lewat koperasi adalah bentuk nyata solidaritas yang seringkali luput dari perhatian.

 

Setiap puisi, diskusi, dan doa yang dilantunkan di KISI bukan sekadar ritual artistik, tetapi sebuah harapan bahwa seni dan ekonomi bisa beriringan, membangun bangsa yang tidak hanya kaya materi tapi juga kaya jiwa.

 

Kesimpulan: KISI adalah Cermin Jiwa Bangsa

 

Lewat kisah dan diskusi hangat di grup penggerak KISI, dapat diambil pelajaran berharga tentang manusia dan perjuangan kolektif. Sebuah jiwa yang mulia, seperti yang dikutip dari Ibnul Qoyyim, senantiasa mencari kebaikan, keindahan, dan keadilan.

 

Dalam perjalanan panjang, Koperasi Sastra Indonesia berupaya menjadi oase baru bagi para penari kata dan pelaku ekonomi rakyat—sebuah sinergi yang mengukir sejarah, mewarnai peradaban, dan membuka kesempatan bagi generasi penerus untuk terus berkarya dalam suasana kebersamaan.

 

Perspektif ini tidak hanya memikat hati mereka yang mencintai sastra, tetapi juga mengundang jaringan luas untuk bergabung dan menyebarkan inspirasi. Bagaimana menurut Anda? Apakah seni dan koperasi adalah pasangan ideal di abad ini? Mari berdiskusi di kolom komentar!

 

Selamat bergabung, dan salam sastra untuk kesetaraan!

#KoperasiSastraIndonesia #SastraUntukKemaslahatan #KoperasiUntukKesetaraan #BersamaKISI #SeniEkonomiBerkolaborasi

 

Senin Wage 25 Agustus 2025

Drs. Akaha Taufan Aminudin

Sisir Gemilang Kampung Baru Literasi SIKAB Himpunan Penulis Pengarang Penyair Nusantara HP3N Kota Batu Wisata Sastra Budaya SATUPENA JAWA TIMUR

 

#SatuPenaJawaTimur

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *