Radio Online


 

BanyuwangiBeritaJawa timur

Mari Bersama Kawal Gunung Tumpang Pitu, Jangan Sampai Seperti Negeri Wano Di Serial One Piece

×

Mari Bersama Kawal Gunung Tumpang Pitu, Jangan Sampai Seperti Negeri Wano Di Serial One Piece

Sebarkan artikel ini

Banyuwangi|Dalam anime one piece, Monkey D. Luffy sebagai karakter utama dikenal sebagai seorang bajak laut. Namun tidak seperti bajak laut biasanya yang terlihat jahat dan garang. Luffy malah menjadi sosok humoris yang sering membantu kaum lemah dan tertindas, bajak laut mungkin hanyalah julukannya, tapi semangat yang dia bangun adalah semangat pembebasan dan persahabatan. Beberapa pulau yang didatangi oleh Luffy dan krunya selalu dalam keadaan kacau. Seringkali berada di bawah kuasa bajak laut jahat yang membangun kerajaannya dan membuat pemerintah bahkan para jenderal terkesan membiarkannya. Mulai dari Alabasta, Water 7, Dressrosa, Manusia Ikan hingga Wano.

Kru Topi Jerami yang dipimpin Luffy yang membebaskan pulau itu dari penindasan dan kesewenang- wenangan. Tentu ini membuat Luffy menjadi bajak laut yang seharusnya jahat menjadi pembeda, bahkan dianggap baik layaknya pahlawan. Menariknya, di Indonesia menyambut bulan Agustus yakni bulan kemerdekaan Republik Indonesia, beberapa masyarakat ada yang mengibarkan bendera merah putih dan bendera hitam one piece atau yang dikenal dengan “Jolly Roger”, dikibarkan depan rumah atau bahkan di kendaraannya, hal ini pun seakan menjadi trend baru di media sosial.

Tentu ini bukan hanya sekadar perilaku para fans one piece, bisa jadi ini adalah ekspresi kegelisahan sekaligus semangat yang dibangun di dunia one piece. Masih banyak pulau-pulau di negeri ini yang dikuasai oleh penjarah, yang hanya ingin mengeruk alam Indonesia. Atau bisa saja mereka yang mengibarkan bendera merasa Indonesia butuh figur layaknya Monkey D. Luffy yang sederhana, lucu namun berani. Selalu menghadirkan kebahagiaan dan kemerdekaan untuk pulau-pulau yang dikunjunginnya.

Dalam realita bangsa saat ini, rakyat sangat membutuhkan sosok seperti Monkey D. Luffy dalam anime One Piece. Pasalnya dari Sabang sampai Merauke dan Miangas sampai Pulau Rote, setiap wilayah memiliki persoalan tersendiri yang hingga saat ini belum terselesaikan. Salah satu contohnya, persoalan yang terjadi di kabupaten paling ujung timur Pulau Jawa atau dikenal dengan nama Banyuwangi. Dimana, sampai hari persoalan kerusakan alam dan lingkungan yang terjadi di Desa Sumberagung Kecamatan Pesanggaran akibat adanya aktivitas tambang emas yang dilakukan PT. Bumi Suksesindo (BSI).

Keberadaan tambang emas di Gunung Tumpang Pitu, Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur memiliki sejarah yang cukup panjang. Sejak satu dekade lebih, keberadaan tambang emas ini telah berdampak buruk bagi masyarakat lokal. Konsesi tambang sendiri dilakukan oleh Merdeka Cooper Gold Tbk dengan PT Bumi Suksesindo (PT BSI) yang merupakan anak perusahaannya sebagai operator di lapangan.

Penolakan terhadap tambang emas di Gunung Tumpang Pitu bukan sekedar reaksi spontan, melainkan cerminan dari kesedihan mendalam warga terhadap dampak lingkungan dan sosial yang ditimbulkan. Warga di Desa Sumberagung, khususnya di Dusun Pancer, telah lama menyaksikan bagaimana eksploitasi tambang sedikit banyak telah mengubah kehidupan mereka. Apa yang dijanjikan sebagai pembangunan dan kesejahteraan justru berakhir pada ancaman terhadap ekosistem, mata pencaharian, dan keadilan agraria.

Dahulu, Gunung Tumpang Pitu merupakan kawasan hutan lindung yang berperan penting dalam menjaga keseimbangan ekologi di pesisir banyuwangi. Namun, keberadaan tambang emas di wilayah ini telah menyebabkan penggundulan hutan dalam skala besar, menghilangkan daerah resapan udara, serta meningkatkan risiko bencana seperti longsor dan banjir. Mata air yang selama ini menjadi sumber kehidupan bagi petani perlahan mengering, sementara Sungai Katakan yang sebelumnya mengairi sawah warga kini ditanggul oleh perusahaan tambang, menyebabkan kesulitan udara di Dusun Pancer. Bencana menjadi semakin akrab bagi warga yang tinggal di sekitar konsesi tambang emas Tumpang Pitu, mulai banjir beruntun dari tahun 2019-2021. Protes pada tahun 2019 dan 2020 salah satunya disebabkan oleh adanya banjir, selain juga karena jalan rusak.

Beberapa bulan terakhir, lebih dari tiga kali, media sosial dihebohkan dengan sebuah vidio rekaman yang menunjukkan adanya kegiatan blasting (pengeboman) yang dilakukan oleh PT BSI. Dan dalam vidio amatir tersebut, terlihat jika serpihan dari ledakan itu dibiarkan untuk mengalir ke laut. Dampaknya ketika serpihan dari ledakan yang dilakukan oleh PT BSI dibiarkan saja jatuh ke laut pasti dampaknya akan mencemari lingkungan. Apalagi tak jauh dari lokasi tambang emas terdapat tempat wisata yang menjadi salah satu destinasi para wisatawan untuk berlibur dan berekreasi disana.

Perlu diketahui bersama, jika lokasi gunung tumpang pitu tidak jauh dengan lokasi pulau merah. Dan jika laut sekitar pulau tercemar oleh partikel tanah imbas dari kegiatan blasting, tentu saja ini merugikan warga yang mengais rezeki di daerah tersebut. Apalagi sektor pariwisata mulai dahulu merupakan program unggulan dari pemerintah kabupaten Banyuwangi. Selain itu, masyarakat di dusun pancer mayoritas penduduknya berprofesi sebagai nelayan, jika laut tercemar akibat kegiatan blasting jelas berdampak terhadap pendapatan mereka.

Dampak ekonomi dari tambang emas Tumpang Pitu juga mulai dirasakan oleh warga Desa Sumberagung. Efek dari penambangan ini memberi efek buruk pada mata pencaharian warga. Mayoritas penduduk setempat bergantung pada pertanian dan perikanan, namun keduanya kini terancam akibat pencemaran dan alih fungsi lahan. Salah satu dampak yang dirasakan warga adalah kondisi Sungai Katakan. Sungai yang selama ini menjadi sumber utama irigasi bagi petani, kini ditanggul oleh perusahaan tambang, menyebabkan banyak lahan pertanian kehilangan pasokan udara. Sumur-sumur warga yang mulai mengering, terutama dalam dua tahun terakhir, membuat kehidupan semakin sulit.

Para warga yang berprofesi sebagai petani mulai mengeluhkan lahan pertanian yang dulunya subur kini menyusut dan mengalami krisis udara. Meski samar-samar disampaikan, namun isyarat itu tampak dari keluhan-keluhan mereka, terutama bagi petani buah naga. Desa ini dikenal penghasil buah naga besar. Komoditas ini menjadi andalan warga Desa Sumberagung sejak 15 tahun terakhir. Selain buah naga juga ada komoditas jeruk. Para petaninya kini mengeluhkan tidak maksimalnya produksi buah mereka, terutama sejak kehadiran tambang. Salah satu yang mereka keluhkan tentunya terkait dengan akses air, dan potensi banjir saat musim hujan, terutama ketakutan mereka saat Sungai Katakan meluap.

Kerusakan lingkungan yang terjadi di gunung tumpang pitu, Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, hampir sama seperti yang terjadi di negeri Wano dalam anime/manga One Piece. Digambarkan, jika lingkungan negeri Wano sangat rusak karena praktik industrialisasi yang tidak terkendali oleh para penguasa, Shogun Orochi dan Kaido, serta praktik penambangan ilegal yang mengakibatkan pencemaran dan kerusakan lingkungan parah. Kerusakan ini berdampak pada bencana kelaparan dan menghambat kehidupan masyarakat, terutama petani.

Penyebab kerusakan lingkungan di Negeri Wano adalah industrialisasi oleh Kaido dan Orochi yang mengubah sebagian besar wilayah Wano menjadi pabrik senjata raksasa. Hal ini menyebabkan pencemaran lingkungan dan kerusakan ekosistem secara luas. Selain itu, sifat serakah para penguasa untuk memperkaya diri dengan melakukan penambangan ilegal dan penggunaan sumber daya alam yang berlebihan tanpa memperdulikan kelestarian alam, menyebabkan pencemaran maupun kerusakan pada lingkungan.

Kerusakan dan pencemaran lingkungan akibat industrialisasi menyebabkan terjadinya krisis pangan di Negeri Wano. Kegiatan bertani dan bercocok tanam menjadi terhambat akibat ekosistem yang rusak, mempengaruhi kehidupan masyarakat. Akibatnya, rakyat Wano menjadi korban kerakusan dan ambisi para pemimpin, yang hidup dalam penindasan dan penderitaan akibat kerusakan lingkungan yang mereka alami sehingga rakyat disana hidup dalam kemiskinan.

Maka dari itu berkaca dari Negeri Wano dalam anime One Piece, Si Penulis berharap kepada seluruh masyarakat Banyuwangi untuk bersama-sama mengkritisi aktivitas pertambangan Gunung Tumpang Pitu. Karena tambang emas itu milik seluruh masyarakat Banyuwangi tanpa terkecuali, dan adanya tambang tersebut semata-mata untuk kesejahteraan rakyat Bumi Blambangan. Jangan hanya kekayaan alamnya saja yang dikeruk, tetapi rakyat hanya disuguhkan dampak kerusakan lingkungan. Corporate Social Responsibility (CSR) dari PT. BSI selama beroperasi belum dirasakan oleh seluruh rakyat Banyuwangi. Buktinya ada anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Banyuwangi yang bersuara keras menanyakan hal tersebut. Kesimpulannya mereka yang menjadi wakil rakyat masih tidak tau dana CSR dari tumpang pitu di kucurkan kemana serta untuk apa. Dan ini, merupakan tanda tanya besar?

Terakhir Si Penulis berpendapat, adanya tambang emas di Pesanggaran tidak membawa kemajuan dan kesejahteraan untuk masyarakat Banyuwangi khususnya masyarakat ring satu. Melainkan melahirkan berjuta permasalahan baru disana, salah satunya konflik horisontal di tengah masyarakat. Lebih dari itu, kerusakan alam yang terjadi akibat aktivitas pertambangan akan menjadi problematika jangka panjang yang tak kunjung usai. Apalagi pihak perusahaan akan melakukan perluasan wilayah pertambangan di Gunung Salakan.

Penulis: Bondan Madani Si Raja Demo
Ketua Umum LDKS PIJAR

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *