Radio Online


 

BeritaHiburanJawa timurNasionalSitubondoTeknologi

Gerakan Literasi Sastra: Menyalakan Api Cinta Sastra di Kota Batu, Wisata Sastra Budaya Jawa Timur

6
×

Gerakan Literasi Sastra: Menyalakan Api Cinta Sastra di Kota Batu, Wisata Sastra Budaya Jawa Timur

Sebarkan artikel ini

Oleh: Akaha Taufan Aminudin

 

Di Kota Batu, yang terkenal tidak hanya dengan udara sejuk dan keindahan alamnya, tetapi juga sebagai pusat Wisata Sastra Jawa Timur, gerakan literasi sastra kini semakin bergelora.

Pada Senin, 14 Juli 2025, di Omah Budaya Slamet OBS Beru Bumiaji, SATUPENA Jawa Timur bersama tokoh-tokoh sastra seperti Dr. Slamet Hendro Kusumo dan Bambang Sugianto menggelar sebuah inisiatif besar: bukan sekadar meningkatkan minat baca, melainkan menghidupkan kembali jiwa sastra dalam setiap helaan napas masyarakat.

Dengan inovasi puisi esai mini dalam film serta dukungan pemerintah, gerakan ini mengajak kita semua untuk menyelami kekayaan batin dari membaca dan menulis sastra di era digital.

Di tengah riuhnya gelombang teknologi dan godaan hiburan instan yang kian mendominasi, sastra terkadang terpinggirkan, dianggap hal yang kuno, bahkan membosankan. Padahal, sastra bukanlah sekadar kata-kata di atas kertas; ia adalah perwujudan jiwa manusia yang paling murni—sebuah cermin yang memantulkan ragam warna hati dan pikiran.

Kota Batu kini menjadi saksi bangkitnya gerakan literasi sastra yang digagas oleh SATUPENA Jawa Timur, mengajak kita kembali membuka halaman-halaman batin yang selama ini tertutup.

Sebuah keindahan muncul saat Bambang Sugianto, aktor sekaligus penyair nasional, memperkenalkan puisi esai mini dalam film. Bayangkan betapa menawannya ketika puisi yang sarat makna dipadukan dengan visual memukau dalam layar—langsung merangkul generasi milenial dan Z yang cenderung “terpikat” oleh gambar bergerak ketimbang huruf-huruf bisu. Pendekatan ini bukan hanya menembus batas, tapi juga menantang kita untuk memahami seni dengan cara yang lebih segar dan mudah diakses.

Namun, ide terbaik pun membutuhkan tanah subur untuk tumbuh, dan sinergi pemerintah menjadi kunci bagai air bagi tanaman bibit sastra ini. Dr. Slamet Hendro Kusumo menekankan pentingnya kebijakan yang mendorong pendidikan sastra sejak dini dan dukungan terhadap acara seperti kemah sastra yang menjadi ajang berkumpulnya jiwa-jiwa kreatif.

Dengan punggawa seperti Yani Andoko yang dengan gigih mengusulkan agar pemerintah turut memegang tongkat estafet dalam gerakan ini, harapan akan gelombang literasi yang luas dan berkelanjutan menjadi bukan sekadar angan semata.

Tak hanya itu, momentum “Nubar Nulis Bareng” yang diinisiasi oleh Akaha Taufan Aminudin, memberi ruang peringatan sekaligus inspirasi atas jejak langkah Dwianto Setyawan, seorang sastrawan besar.

Acara ini bukan semata penghormatan, tapi dorongan bagi masyarakat agar tidak hanya jadi penonton—melainkan ikut menulis, merangkai cerita, dan menciptakan arsip sastra yang hidup.

Berdasarkan data UNESCO tahun 2022, literasi merupakan fondasi bagi perkembangan budaya dan peradaban. Namun, fakta di lapangan menunjukkan hanya 0,001% penduduk Indonesia yang rutin membaca sastra dengan mendalam—angka yang sangat memprihatinkan. Ini menegaskan bahwa hidupnya gerakan seperti yang digagas SATUPENA bukan saja penting, tapi mendesak agar budaya baca dan apresiasi sastra dapat bertumbuh dan berakar dengan kuat.

Mengapa sastra? Karena sastra adalah pelita yang menerangi lorong-lorong batin kita yang terkadang gelap dan sempit. Membaca dan menulis karya sastra membantu kita memahami lebih dalam tentang emosi, sejarah, dan konflik batin yang tak tampak oleh mata kasar.

Dalam era media sosial yang cenderung mereduksi interaksi menjadi sekadar berita singkat, sastra mengajak kita berhenti sejenak untuk merenung dan merasakan—untuk bicara dengan diri sendiri dalam bahasa yang paling personal.

Mari bayangkan sebuah masa depan di Jawa Timur, di mana cahaya literasi menyebar luas hingga ke ujung desa, di mana anak-anak tidak hanya mengenal nama-nama pahlawan melalui sejarah, tapi juga merasakan kisah-kisah hidup, tawa, dan air mata dalam karya sastra lokal. Saat teater dan kemah sastra menjadi ritual yang dinanti, dan membaca bersama tak lagi merupakan sesuatu yang langka atau eksklusif, melainkan bagian dari keseharian yang menggembirakan dan memperkaya.

SATUPENA Jawa Timur telah menyiapkan panggung yang tepat, menyalakan api api solidaritas di tengah kerapuhan budaya baca kita. Namun, hanya dengan tangan dan hati kita semua — penikmat, penulis, pendukung sastra — nyala itu bisa terus berkobar.

Jadi, sudah kah kamu “berbicara” lewat sebuah puisi hari ini? Atau menulis kata yang menyentuh jiwa? Jika belum, jangan tunggu lagi—karena melalui sastra, kehidupan akan terus bernyanyi tanpa henti dalam bahasa yang paling indah: kata-kata.

Semoga tulisan ini menginspirasi kita semua untuk turut menyemai benih-benih cinta sastra dan aktif bersuara dalam Gerakan Literasi Sastra di Kota Batu dan seantero Jawa Timur. Sastra adalah milik kita semua, kekayaan budaya yang memanggil untuk dijaga dan disebarluaskan, bukan hanya untuk dinikmati, tapi juga untuk diwariskan.

 

 

Kota Batu Wisata Sastra Budaya

Senin 14 Juli 2025

Akaha Taufan Aminudin

SATUPENA JAWA TIMUR

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *