Radio Online


 

BeritaHiburanJawa timurNasional

“Lingkaran Cahaya” Zawawi Imron

×

“Lingkaran Cahaya” Zawawi Imron

Sebarkan artikel ini

Oleh ; Akaha Taufan Aminudin

 

Karya KH. Zawawi Imron yang berjudul “Allah,” menggunakan media Akrilik di atas Kanvas, berukuran 60 x 47 cm, dan foto beliau bersama karyanya,

 

Menyelami “Allah” dalam Garis Puitis

Dalam kancah Pameran “The Power of Qur’an: Aksara Ilahi”, di mana kaligrafi modern berjuang menemukan suaranya di tengah gemuruh kontemporer, hadir sebuah karya yang sunyi namun menggema: “Allah” oleh penyair sekaligus maestro kaligrafi, KH. Zawawi Imron.

 

Karya berukuran 60 x 47 cm dengan media akrilik di atas kanvas ini menawarkan lebih dari sekadar keindahan aksara. Ia adalah sebuah meditasi visual yang dipancarkan dari kedalaman spiritual seorang “Celurit Emas” Madura. Alih-alih menampilkan kaligrafi dengan kaidah khat yang ketat, Zawawi Imron menghadirkan visualisasi yang bersifat tafakkur—sebuah proses perenungan.

 

Metafora Lingkaran dan Cahaya

Judulnya hanya satu kata: “Allah.” Namun, representasinya jauh dari monolitik. Fokus utama karya ini adalah lafadz jalalah yang diletakkan di tengah, dikelilingi oleh serangkaian lingkaran konsentris.

 

Lingkaran-lingkaran ini bukan sekadar batas; mereka adalah metafora kosmis.

 

Lingkaran pertama yang paling dekat dengan lafadz “Allah” memancarkan cahaya putih lembut, mewakili kesucian dan keterdekatan batin.

 

Lingkaran-lingkaran selanjutnya, yang bergulir keluar dengan gradasi warna gelap dan terang, menyiratkan lapisan-lapisan eksistensi dan misteri yang mengelilingi Zat Yang Tak Terjangkau.

 

Seakan-akan, sang seniman mencoba menangkap momen tajalli (penampakan keindahan Ilahi) yang hanya bisa dilihat melalui lensa intuisi yang paling dalam.

 

Lafadz “Allah” itu sendiri tidak ditulis dengan kesempurnaan kaligrafi formal, melainkan dengan sentuhan yang lebih emosional dan puitis.

 

Ia terlihat seperti pusaran energi atau jantung yang berdenyut di tengah kekosongan, simbol bahwa Dia adalah al-wāḥid (Yang Esa) sekaligus al-qayyūm (Yang Berdiri Sendiri), sumber tunggal segala sesuatu.

 

Seni yang Menjadi Dzikir

 

Bagi seorang Zawawi Imron, seniman yang hidup dalam tradisi pesantren dan puisi, karyanya adalah perpanjangan dari dzikir (mengingat Tuhan) dan wirid (doa rutin). Lukisan ini terasa personal, seperti sebuah sajadah visual. Ia mengundang pemirsa untuk tidak hanya melihat, tetapi untuk ikut serta dalam perenungan itu.

 

Dalam era seni rupa kontemporer, di mana banyak karya berteriak untuk diperhatikan, “Allah” justru berbisik.

 

Bisikannya adalah tentang kesederhanaan esensi dan kekuatan fokus. Ukurannya yang relatif kecil (60 x 47 cm) memaksa kita untuk mendekat, memfokuskan pandangan, dan memasuki ruang intim yang diciptakan oleh lingkaran cahaya.

 

Karya “Allah” ini adalah penegasan otentik dalam pameran “Aksara Ilahi” bahwa spiritualitas bukan hanya bahan bakar, melainkan struktur inti dari seni rupa Islam modern.

 

Zawawi Imron telah mengubah kanvas menjadi cermin batin, tempat di mana aksara suci menjelma menjadi puisi visual yang meneduhkan dan tak lekang oleh waktu. Ia bukan hanya melukis lafadz, ia melukis makna yang tak terucapkan.

 

Rabu Pahing 22 Oktober 2025

Drs. Akaha Taufan Aminudin

Sisir Gemilang Kampung Baru Literasi SIKAB Himpunan Penulis Pengarang Penyair Nusantara HP3N Kota Batu Wisata Sastra Budaya SATUPENA JAWA TIMUR

 

#AksaraIlahi #ThePowerOfQuran

#KaligrafiNasional #SeniRupaIslamModern

#PameranBatu2025 #HariSantriNasional2025

#HSN2025 #HUTKotaBatu24 #KotaWisataReligi #GrahaPancasila

#SeniYangMeneduhkan #EstetikaTauhid

#CahayaIlahi #DialogSpiritual

#KekuatanMakna #KoeboeSarawan

#KHDZawawiImron #ImronFathoni

#PerupaBatu #HP3NKotaBatu

#SatuPenaJawaTimur

Nurochman Heli Suyanto

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *